Jumat, 04 November 2011

Tertebas Bebas

Mengapa  begini,
bersendiri seperti mati
duduk  amati
embun mata
malam malam cahaya
timpa sebuah wajah
terangnya  indah
di dalam kamu.

Mengapa jadi begini,
yang tersendiri
duduk cermati
baku peluk cerita
lalu lintas keseharian
lalu jatuh
dari
lintas akal.

Wajah anak masuk  ke rahim
dapur  kosong terbiarkan
ledakan keseharian terabaikan
ada hati terbasuh
ada luka terbalut
ada sadar terkumpul
jalan terus meski bergumul.

Sebentar membawa ke selanjutnya
sedetik membawa ke selamanya
secarik kertas terselamatkan
tumpukan bunga berbunga bunga
sedekat dekap
sedekat dekap
merdekalah aku,
di dalam kita.



Semarang,20Okt11

Radio

Di radio
bicara
lantang
lalu tersedu
kupas tentang
muatan karya

dari telapak tangan
milik ibu.

Hirarki kekerasan
yang ditapaki keluarga
kelas bawah
turun
temurun.

Di mata kantuk
diam tunggu
studio dingin
tatap beku
air mata.

Gadis kecil merabai
lebam semalam
stempel buatan
tulang daging
dan
panas tenaga

dari telapak tangan
milik  ibu.


Semarang,10Okt11


Duri

Baiklah,

kugenggam
duri ini.
Kujanjikan
pasti
untuk memilihnya.

Genggam duri
sampai mati,

tapi tidak dengan caraMu
tidak
tidak lagi.


Semarang,3Sept11

Jumat, 26 Agustus 2011

Rapuh

Ini saat tepat
setubuhi aku.
Sebab, aku sedang berjalanjalan
sambil asyik membawa luka.

Luka adalah
sebuah
ruang kosong
tanpa kunci.
Pintu membuka
lebar
aku membiarkannya.
Segala bentuk
salah khilaf
masuk
atas ijin bahasa tubuh.

Silahkan.
Silahkan.
Silahkan datang malapetaka.
Tapi yang ada dalam pandang mata,
adalah anugerah langit
menyala nyala.

Ini saat tepat
setubuhi aku.
Besar hasrat besar harap
seseorang datang dan berhasil
membuatku terjerumus
mampus
ke dasar luka.


26Agst2011

Selasa, 16 Agustus 2011

Ambiguitas Kebebasan



Letuplah

marah

seperti

berkentut

tanpa malu.



Ini negeri ngeri.


03Agustus2011

Doa Ibu


Han,
jauhkan anakku dari
hantu jahat
yang bersemayam dalam
diriku, setiap hari.

Jauh
jauh
jauhkan
ia

dari cengkeram petang
ibuku.

Jangan ulangi
kesalahanMu padaku.
Jangan biarkan
ia berada
di jauh malam.

Jauhkan sejauh
Kau mampu.
Sejauh Kau,
mampu.

15Juli2011

Renang Kenang

Aku berenang
di laut kenang
kala,

membuka lemari tua
pakaian papa rapi tertata
masih
kenang berenang fasih.

Kutarik sebuah kaos putih
kupakai sambil berenang
melekat rapuh dan rapi
ada papa di dalam kenang.

Pipihatiku, pernah ditampar papa.
Setelahnya disayang sayang.
Tangisku ditimang timang
sampai kantuk tersampir
di pundak papa.

Ketakberdayaan angkuh
aku takjub sungguh.
Kita, mungkin memang miskin
tapi tak compang camping.

Aku mati karena perbuatannya
aku hidup dari kata katanya

papa lebih tampan dari mama
papa lebih cantik dari mama


senyatanya hanya kata
warisan ampuh
bagi sembuh
lukaduka.

Air kenang berlinang
aku harus terus berenang
menuju tepi, segera
halau rindu
halau rindu,
aku terseret kenang.


01:15WIB11juli11

Sabtu, 18 Juni 2011

Rindu Tamasya

Rindu tamasya lahir dari benakmu, Ibu.
Akhir akhir ini, akhir akhir ini. Setelah sendi tulangsendu garang,
lukai jiwa rohmu yang berkobar kobar semangatnya itu.

Aku sempat jengah pada hobimu yang satu itu. Aku sudah bilang,
“Bolehlah kau berjalan ke seribu tempat mimpimimpi dunia,
tapi jangan pernah mampir ke negeri puisiku!”

Kau ngotot dan ingin kesanalah juga.
“Aku sekalian hendak mengantarkan langit dan bumi,
cucucucu perempuan yang berani berlari
dan lebih ngerti daripada kau, dimana itu letak negeri puisi…”

Maka, tamasyalah kau.
Senja hari, di hari senja.

Tapi negeri puisi ini bukan kayangan
yang buatmu segarbaru setelah mengunjunginya
disana adanya sendu hayalan.
Becek duri, dan hanya dapat dikunjungi bila Ibu sendirian.

Kau tahu, Ibu? Menelusuri jalannya sama dengan memerahperihkan
hati kita yang berserakan.
Oleh karenanya cucucucu perempuan kecintaan
takkan ikut tamasya, bersamamu.
Sebab seperti kau kata, mereka lebih ngerti daripada kau
dimana itu letak negeri puisi.


Rindu tamasya lahir dari benakmu, Ibu.
Selalu hadir di jalanjalan kenangan,
selalu tetap dalam angan angan
jika sehat nanti. Ya. Jika sehat nanti.
Tujuan utama Ibu sudah pasti. Sebuah negeri
negeri puisi perih, yang hendak Ibu bantu
bersihbereskan kembali
luka kenang luka kenangnya.



01:10/130611

Andai Hidup Bisa Lebih Mudah

Tentu lebih sedikit
anak anak menangis di lampu merah
dicubit ibu dalam gendongan
agar tiap air mata
berubah jadi harta.

Tentu lebih sedikit
gadis menangis di laju motor
bawa sesak dari rumah
sumpek oleh serapah
mampir di banyak pagi
yang kotor.

Tentu lebih sedikit
ibu menangis di halaman rumah sakit
atau di ruang tunggu penjara
tempat ratapan jadi nyanyian
setiap hari sehari hari
bangkai lagu dicipta.

Tentu lebih sedikit
keluarga menangis tunggu kiriman
dari negeri tetangga
uang ibu, peluh kelu ibu, luka luka ibu, jenasah ibu
kehamilan ibu
nasib yang terbuang.

Tentu lebih sedikit
perempuan menangis membuka baju
meneriakkan kecurangan
penguasa sesat
penutup penghidupan
juga kehidupan.

Andai kekuasaan tersungkur menuju hati.
Andai ketamakan tak meledak seperti jumlah penduduk negeri.
Andai lebih sedikit penduduk partai suka berada di pesta pesta
atau di pentas pentas bintang yang menjauhkannya dari derita rakyat.

Berada di negeri ini. Ah.
Andai hidup bisa lebih mudah.



130511

Kamis, 20 Januari 2011

Perempuan Yang Terlupa


: Sipon



Mungkin terlalu enak dan nyaman,
hidup saya
oleh tumbangnya penguasa lama.
Lalu tutup mata pada penguasa baru
yang nyatanya serupa.

Seperti kekaguman pada keberanian Wiji Thukul,
tanpa maksud ikut
(karna takut)
untuk berjalan di atas kisah hidupnya,
saya
hanya setuju pada yang betul.

(Sementara saya lupa).
Ada tangis dan jerit
seteguh roda mesin jahit,
ganti jadi kepalakeluarga.
Biar anakanak terus terurus
dengan becus.

Mungkin juga ribuan kali ada,
kau
sendiri
kacau,
meneriakinya.

Keluarlah.
Keluarlah dari dalam kabut yang datang di cuaca tak lazim.
Keluarlah
Keluarlah dari gua sejarah yang dibungkam dengan paksa.

Betapa saya, belajar
soal perjuangan menolak lupa,
sehingga jiwa dihajar
bangkit jadi manusia (perempuan).

Kepadamu.
Saya malu di banyak waktu.
Betapa kuatnya kau peluk
puisipuisi yang telah mengasapkan suamimu.



semarang,6jan11

Janjian Di Mal



Janjian dengan kawan masa lalu
di mal yang asing
hanya membawa uang tuk beli susu
suarasuara separuh harga begitu bising

ingin kuajak diri egois
menukar jatah susu dengan sebuah penampilan.
Bukankah itu penting agar hidup bergairah?
Teringat seorang pakar menuliskannya di buku laris.

Di toko buku dan lagu
hasrat ingin jadikannya koleksi
di toko kacamata
hasrat ingin jadikan ku aksi
di toko baju
hasrat ingin jadikan ku seksi
di toko perhiasan
hasrat ingin jadikan gengsi bisa atraksi
dan
di toko mainan anak,
segala hasrat memerihkan afeksi.


Aku terdampar asa
di toko kelontong raksasa
imajinasi nelangsa
lakukan transaksi
tanpa seleksi
tanpa seleksi.

tapi hanya ada uang, jatah susu anakku

Berjam jam aku menunggu,
tapi ia tak juga muncul
“Tunggu sebentar”, kata telpon genggam
berkalikali,”Tanggung.”

Aku kelaparan dan sendirian.
Sampai ia datang
diskusi soal hadiah demi tradisi, dan
akhirnya padaku, ia berniat pinjam uang.

Saat itu.
Kudapati uang jatah susu anakku melotot
pada tas tas belanja yang penuh dengan toko.



semarang,28Des10

Lagu Pengharapan


Garisgaris yang kita lukis di bawah langit,
perlahan pudar lalu hilang dibelai angin.
Namun langit selalu tahu bahwa,
seseorang telah mencoba menggapai nyawa

dengan darah,

darah.


Semarang,21Des10