Senin, 13 Desember 2010

Untukmu, Hari Ini


: Dahlia Pane


Ingin sekali celupkan diri, dalam pupil mata Tuhan
biar jadilah milikku segala penglihatan.
Aku hanya ingin menghitung berapa duka lagi
harus kau hadapi tanpa diratapi.

Lalu segera kusiapkan pasukan tuk menumpasnya tuntas
agar lapanglah jalan dan ringan langkahmu
semilir seperti angin lari telanjang kemana suka
selanjutnya tinggal tawa paling bahagia paling merdeka.

Lihatlah betapa ingin berkuasanya diriku
atas warisan luka yang menimpamu, lalu
kutebang takut tumbangkan kalut hatimu.

Sungguh mustahil dan terbatasnya diri. Aku tak bisa
jadi manusia pelindung sedang tanpa kau sadar
kerudung putihmu terbingkai doa doa kudus,
telah lama jadi payung pelindung bagi tubuh
mu, ku, dan mereka yang seperti kita punya kisah.

Adakah
dewasa jadi getar masalah,
padahal manusia punya masa?
Bukankah
masa depan selalu tunduk pada langkah,
hanya bila kau menganggapnya tiada?

Bersyukurlah saja,
kau bukan perempuan semenjana
yang diciptakan cuma sekedar
jadi pengutip mimpi.


semarang,juli2010

Mimpi Mimpi Bunda


Kau ajarkan tentang
burung yang berani terbang
langittinggi, dan bercerita lantang
sebuah harapan kebebasan
kepada seorang anak perempuan
yang gamang oleh aturan.

Kau serahkan serpihan
sayap sederhana
agar perlahan ia rakit
sambil awasi sedikit,

kau diam
memilih diam
diam diam

kau ratapi
milikmu yang terbakar
oleh api,
yang kau ijinkan mengakar.

O putriku,lepaskan aku dari tanya.

Mengapa ciptakan angin
bila badan mengucap dingin.

Mengapa rentangkan tangan
bila melayang hanya kan angan.



semarang,13des2010

Tuhan, Mari Kita Berdosa


Hujan yang menderas
kiranya bisa bersihkan
kotoran dari tubuh dekil.
Mungkin Kau bayangkan sebentuk gigil
terbit
dari diri.

Tapi tahukah?
Diamdiam pula airnya, suburkan
anak anak rambut
yang tiap helainya
adalah pokokpokok dosa.

Maka biar aku mabuk
oleh beban harapan
menari nari
tinggikan Engkau
Allahku ya Allahku mengapa Kau tinggalkan Aku?

sungguh mengapa
Kau tinggalkan Aku.
Kali ini akan
kupaksa Kau
berganti tempat duduk.

Han,
marilah kita berdosa.
Biar aku yang pimpin.


semarang,2des2010

Selasa, 28 September 2010

Kita Telah Bercinta Tanpa Cinta


Usap usap payudara
hisap hisap putingnya
gesek gesek kemaluan
masuk keluar
air susu darah
mata jantung menggelegak
tergelak tergeletak
kehidupan
begini nyaman.

Bumi menggelinjang
hebat
semacam hasrat gelora
mabuk orgasme
tuntut kepuasan
muncrat kegilaan
manusia manusia
tak pernah terpuaskan
datang pergi lepas peduli
lepas kendali.

Ada rintih berkeringat
tuju teriak tanpa arah
nafsu mencelat nakal
manusia manusia
lupa. Alpa?
Bagai penjahat kelamin
bercinta tanpa cinta
lalu sembunyi tak mau tahu
kaget dengan dampak
lupa siapkan diri
bakal penyakit menunggu,
ganti dikejar dan dikerjai.

Bumi ketagihan,
aku punya banyak variasi
ada bencana
ada malapetaka
mau yang mana?

Tuhan, Tuhan.
Manusia manusia,
lagukan madah ratapan,
nyanyikan teriak kalap.

Sudah putuskan gagahi bumi,
mengapa tak siap dengan birahi?


2010

Sontak Aku Jatuh Jauh


Mengapa.
Kau patahkan
satu satu
tawa yang kupunya.

Aku terlepas
dari helai
rambutMu,
jatuh.

Aku terhempas
dari belai
mataMu,
jauh.

Sontak.
Rasa percaya
terjun bebas
entah kemana

ntah dimana.
Kau.


2010

Minggu, 29 Agustus 2010

Jauhkan Aku Dari Puisi

larikku tawar
tak lagi sekuntum
mawar


baitku hambar
karna angkuh yang ku
umbar


akulah si pongah
tak tahu diri
tempat kesombongan
mesti dikuliti


duh, Ibunda semesta
penguasa langit bumi


jauhkan aku dari puisi
bila nurani menuju

mati


2010

Senin, 09 Agustus 2010

Serapah Ibu


yang sanggup beri warna cinta
merah putih, hitam
dalam hidup

yang sanggup letakkan es dan api
di meja makan
setiap waktu

yang sanggup beri pelukcium
berupa lebam
di badan

yang sanggup buatmu sangsi
tentang diri
kandung kah tiri?

yang sanggup syairkan kuat
tentang kualat
dan kesaktian doa

yang sanggup kipas emosi
berlarian
tiada arah kendali

yang sanggup menjebakmu di satu titik
terkunci mati
pada ambigu dan kontradiktif

yang sanggup buatmu
berpikir indahnya
membunuh
diri


semarang,09agustus2010

Senin, 19 Juli 2010

Merangkul Waktu

: Koelit Ketjil


adakah ijin bagi waktu
sebentar saja
berhenti di terang air mata
tempat kebahagiaan jadi sungainya

adakah ijin bagi waktu
sebentar saja
agar terhenti di sebilah cerah
terangkan jalan hingga ke ujung

memang nyatanya,
ada hujan datang di kemarau
ada anak nangis teriak parau
keadilan dilipat samar terlihat
kedamaian diacak biar minggat
juga ada,
cahaya langka jadi seterang kemewahan
ledakan tabung jadi genderang kemegahan

maka mari merangkul waktu
yang ngerti indah itu satu
dimana tangan tangan terulur
dimana sulur sulur doa tersalur
dan ketika lebur
waktu terhenti

bagi berdua


2010

Sabtu, 17 Juli 2010

Satria Kecil Belajar Cinta


ingin temukanmu,
lelaki kecilku
dan mengacak rambutmu
atau memelukmu
sepenuh sayang

betapa bodohnya kau
tak manfaatkan waktu kenal cinta
betapa bodohnya waktu
tak mengajakmu bertemu seribu ia


dimanakah kau, satria
ada bapa ada ibu yang kau jaga periuknya
ada bocah tiada bapa tiada ibu yang kau jaga hidupnya
lihat, perkara besar kau sanggup pikul
lelaki kecil bikin bangga

sampai lupa kisah sendiri

cinta sekali tumpah
di pangkumu yang ringkih
aduh tersengat sakit
lalu buatmu sudah

kau mesti belajar
cara memeluk luka
ciumi saja rasakan saja
tanpa jera
jangan jera
sampai kau temukan
senyatanya sengatan
adalah rajam
yang dewasakan
bentuk cinta

satria kecil,
pandanglah dengan berani

meski kau gagal sekali
kau tidak tamat sama sekali


2010

Malam di Perempat Jalan

: Kika

jika hari ini
kesepian batal pergi
mungkin karna ia
diam diam cinta
padamu, yang tersendiri

ia lekat seperti lintah
namun enggan mengisap
malam paling sunyi paling suci
milikmu, yang kau peluk
erat
erat
sampai menetas cahaya

mungkin juga ia ngerti,
diam diam kau rindukan ia
datang mengurai rambutmu, atau
sekedar dengarkan sebongkah galau

sembari duduk, ia salurkan
kekuatan agar terpecah
lewat teriak
mu


1707.2010

Selasa, 13 Juli 2010

Ibu Adalah Laut


Ibu adalah laut
rahim tempat kehidupan
terlindung
bahu tempat penghidupan
bergantung.

Ibu adalah laut
garami kisah yang tawar
kerapuhan ditiupi angin
desah desau misteri
kekuatan datang dari ratapan.

Siapa hidup
di peluk Ibu
siapa mati
di genggam Ibu

siapa
siapa yang kira
kemana jiwa bergerak
siapa.

Tapi Ibu adalah laut
yang pasrahkan diri diwarna langit
tengadah nantang mataharibulan genit
yang gantian bercermin tanpa ampun.

Oh,

seperti berada di ujung maut
dalam buai bayang takut
sungguh mati disini,
ibu kesepian seperti laut.


2010

Sabtu, 26 Juni 2010

Langkah Menuju Kekal

:Gereja Atmodirono


Lihat lihatlah lihat
gereja megah sudah kita punya
tujuh puluh tahun kesetiaan menitik
disaksikan kokoh bangunan neo gotik.

Adakah Tuhan beserta kita
saat mendekap altar memberi tenang
alunan lagu megah membuai umat yang ramai
dalam bangga dalam pasrah dalam damai?

Bila bilakah bila
duduk berdoa diam terpejam
peluk tradisi tersenyum bangga
mampu ingatkan langkah pada tugas?

Masih timpang keadilan dan perdamaian
kemiskinan meluas tanpa belas
alam compang camping mohon welas
ada pembunuhan kehidupan dan penghidupan.

Lihat lihatlah lihat
diluar sana anak anak menangis
ibu bapa tak bisa makan jadi petaka
kematian belum sempat mengenal kasih.

Tilik dan selidiki
kemana harusnya langkah diri
sediakah mari
bersatu tekadkan kaki
dan pastikan ini:

hancuri segala ruang nyaman
lawan gaya hidup mewah
tumbangkan kesenjangan
koyak segala ketidakadilan

sebab kesanalah kita berjuang
menuju kekal.


2010

Selasa, 25 Mei 2010

Pulanglah Penyair Petualang!


Kukembalikan bait puisimu
yang penuh kelu mendayu,
nyatanya kata cuma dusta
dari petualang yang dahaga.

Kukembalikan seorang penyair
yang bertualang tak kenal akhir,
memburu cinta para perempuan
yang limbung pahami kehidupan.

Biar segala kembali ke asal.
Ku tak mau berkayuh dalam sesal,
teperdaya cumbuan gombal
dari bibir seorang pembual.

Ya.

Kukembalikan sebentuk puisi
kepada penyajaknya,
seperti seorang penyihir
kembali pada ucap mantranya.


2010

Rabu, 19 Mei 2010

Ambigu


kalian datang sarat hasrat
bawa cinta yang sempurna
untukku yang pernah dungu
tuju surga yang ungu

mama, jangan lagi angani bunuh diri
yang jiwanya ingini setia ciumi kami


rambutku sudah diurai
darah tlah dikeluarkan dari luka
di bangsal ini aku bercerai
dari putus asa dari kering jiwa

pasien kesekian kasus kering peluk
dinyatakan sembuh karna kalut terbalut


kutatap suami yang seperti ngerti
pernah di kegelapan kudekap kau
dimana gerangan lelakiku
lalu air matamu ngalir

istriku, tak kubiarkan sesakmu berulang
biar binar bahagia tak lagi berpulang


mengapa kalian awetkan cinta
padaku yang begini rapuh
dimana sebenar benar bahagia
yang sejuknya buatku mengaduh

mari lekas menuju rumah
sebab kesanalah
masih mungkin kutemu
serpihan lelakiku



2010

Minggu, 16 Mei 2010

MENOLAK LUPA!


kulihat poster poster bergambar Munir
MENOLAK LUPA!
tegas terbaca
di gang gang di jalan jalan tercium bau anyir

diingatkan Mei
dimana mana kemana mana
dari masa ke masa
dehumanisasi terus terjadi

yang hidup
dipaksa mati
yang hilang
tak kembali

apa yang bisa kubuat?
dengarkan suara korban?
sebarkan kisah mereka?
dalam bentuk apa saja kubisa?

Elie Wiesel bilang,
“Mari merebut ruang,
agar kata kata terakhir
tidak dikuasai pelaku
tapi jadi milik korban!”

Jogjakarta, 2010

SandraPalupi

Jumat, 14 Mei 2010

Pada Titik Perjalanan


ia menjelma petir
diluar kehendak
yang menggelegar getir
dimana hendak

sekeras tenaga
ia menolak
segenap jiwa
ia mengelak

o, hasrat ini
tak seharusnya kualami
rasa ini
tak semestinya kuikuti


sekuat kuat ia bertahan
pertaruhkan kesetiaan
sekuat kuat ia berdoa
pertaruhkan kemurnian

tapi ia menjelma petir
yang menggelegar getir

seterang terang pijarnya
sepilu pilu hatinya


2010

Kamis, 29 April 2010

Lewat Kaca Spion


Keseharian ini tiba.
Kau kejar kupu kupu
kutata masa depanmu.
Pagi ingatkan keterpisahan.

Tangan kau kecup.
Wajah kucium.
Letakkan berkat di dahi.
Bersiap saling melambai.

Kendaraan melaju.
Kau pandangi punggung,
kutatap utuhmu lewat kaca.
Lambaian jauh menjauh
menuju hilang.

Rayap misteri jalari sukma,
mengapa jalan tak mau henti.
Tiada rambu kujumpa,
tanda jeda tuk istirah.

Sejak kini,
aku bagai seorang spion
yang terbatas ikuti gelakmu
terpaku bisu menahan rindu
lewat kaca spion.

Jaga baik dirimu, sayang.
Meski mendung meski malam,
mentari tak kemana bukan?

Kali ini,
ibu pamit pergi
tanpa tanda kembali.


2010

Minggu, 25 April 2010

Terbanglah, Menuju Mercusuar!


: Anak Indonesia, yang dihujani luka.



Mari kuambil nyawamu, Nak.
Kita janjian, kapan waktu yang tepat,
diam diam ya.
Diam-diam.

Tak sabar tunggui kode,
peta lebam di tubuh,
bau kulitdaging hangus,
gigi-gigi dipaksa tanggal,
kehormatan diperkosa.

Resah tunggui sinyal,
lezat makanan dan seterika panas,
nikmat bermain dan cambuk kayu.
Kanak-kanak diperam jadi kenyal.

Kutunggu tanda darimu, Nak.
Serupa warna isak tangis,
atau noda takut yang akut.

Jika kau tak kuat lagi,
selekasnya kita buat janji.
Ayo kita terbang, menuju mercusuar.
Tempat bagimu ada suaka.

Anakku,
bersegera, kita kesana!


2010

Senin, 12 April 2010

Dilema Percintaan


Mestinya bangga,
ada nafsu ditindas
tadi malam.

Mestinya senang,
seorang lelaki melata
sedekat tanah.

Mestinya lega,
gulita malam
tercekik lampu pijar.

Masih saja,

perempuan meratapi
sempak kekasih
yang hilang tergesa
tanpa pesan.


2010

Jumat, 09 April 2010

Kepada yang Hanya Bayang


aku mau sakit
yang terkapar
yang sekarat

bila disana
rupa dermaga
siap merapatkan

desah ibu
ke telingaku


2010

Jumat, 02 April 2010

Berdamai dengan Diri


lihat diri yang tak terlihat
dengar diri yang tak terdengar

temukan diri yang tak ketemu
mengerti diri yang tak ngerti

akhirnya,
kuterima diri yang tak terima

ini


2010

Rabu, 31 Maret 2010

Selamat Ulang Tahun, Kita

: Abraham Maslow

Tengah malam kita janjian,
sekedar tiup lilin peringatan.
Kau yang ternama, aku si jelata,
hanya berdua.

Kita bertukar kisah serupa
masa masa sakit,
perih mendesir dari
mereka, yang lahirkan kita.

“Haus cinta merupakan
sejenis penyakit
karena kekurangan,” katamu.
Itukah sebabnya cinta bagimu penting?

Sejenak kita diam tertegun,
menuju ingatan cinta
yang pernah rusak
oleh rasa takut.

Kikuk. Kita berpelukan,
hadiah paling sayang paling manis.
Aku jatuh cinta dan hormat,
pada sebentuk jiwa humanis.

Bimbinglah aku menuju,
piramida tertinggi kebutuhan
yang kerap ajari aku jadi manusia
masak dan penuh,
sambil
terseok, kan kubenahi juga
semua kebutuhan terdasarku.

Selamat ulang tahun, Tuan.
Hari ini, adakah kau bahagia
di surga sana?

2010

Abraham Maslow, Tokoh Psikologi Humanistik. Lahir, 1 April 1908.
Dikenal dengan teori hirarki/piramida kebutuhan manusia yang terdiri dari 5 tingkatan.

Rabu, 24 Maret 2010

Buku Harian Semesta


ku entah ku tulis apa tuk jiwa jiwa bebal berkain keras hati tanpa nurani tajam menghantam sepi sepi tubuhku yang sempat meranum dibuai kasih mereka mereka yang telah coba coba wariskan keteladanan penuh tekad selamatkan ku penuh seluruh berkali kali bagi makhluk bumi yang entah bagaimana tercuri oleh manusia manusia tamak tak bermuka telanjangi tepi tepi jiwa ku siap siap kau sebut murka padahal bukan ku punya darah tapi kau tak terarah

pernah kah kau peduli akan ada ku?

pernah kah kau peduli akan ada ku dan aku
lain
yang tinggal bersama

mu?


2009

Ada Aman Tak Tenteram


CintaiMu, dengan caraku.

Bolehkah?

Atau hanya dengan caranya,
yang katanya adalah
caraMu.

Caranya bukan caraku tapi hanya caranya katanya caraMu
jadi caraku bukanlah caraMu
karna hanya caranya yang adalah caraMu
tapi caranya yang katanya caraMu
siksasiksa batinku

Tak bisakah?

cintaiMu tanpa caranya.

Tapi kuharus ikuti caranya, biar dunia
tahu kami sangat cintaiMu. Habishabisan kami mencinta,
darah dan jiwa berserah

hoooh
Tubuh ringkihku
kutemukan di selangkang gajah.
Kecil.Terhimpit.Sesak.Hampa udara.
Bau.

Belum jua kubebas beri
caracaracaracaraku
mencintai
Mu.


2004

Selasa, 23 Maret 2010

Bisikan Kekasih

:Teddy Delano


Kekasih hati,

Aku tak ingin tinggalkanmu,
tak kan.
Aku tak pernah lalai,
selalu.
Aku ada di seluruhmu,
segala.
Aku tak pernah mati,
tidak.
Aku tak pernah lari dari tanggungjawab,
tak mau.

Sedikit saja kau perhatian,
kebahagiaan ini lebihi luas alam semesta.
Tak perlu dirimu kuatir, bahkan
saat kau sedang asyik
bercengkerama dengan dosa.

Kubawa itu sebagai janji, laksana kertas tersaput kanji.
Erat merekat tanpa henti, kuat melekat bagi hati.
Kudekap kau hingga setelah mati.

Sebagai Kekasih yang kau sebut Maha ini,
Kutahu kedalaman hatimu,
yang kini melonjak bahagia, namun terkadang
ragu akan Aku.


2009

Rasa yang Duduk Disampingmu

:Inez Pecia Zen

mengapa aku begini sedih
lihat duka tepuk bahumu
beruntun tak mau tahu
kembali kala pertama disapih

mengapa aku begini sakit
menyatu dekat pada derita
di sabarmu yang makin renta
bahagia serasa makin sedikit

mengapa aku begini pedih
pandangi kau bergelut makna
berdiri bangkit, lalu kuat menganak
sedang dadamu tersayat perih

lalu, mengapa aku begini murka
tarik dirimu cari keadilan
ketegaranmu itu samudera
bening hatimu bukan buatan

ah, kurayu saja Tuhan
peluk engkau jalani proses menerima
lalu lekas ajak kau ke masa depan
saat kautemukan dirimu mengaca

lalu puas tertawai
dukamu pada kini


2009

Kepada Langit, Kukirimkan Bumi

:sahabat kecil, Airlangit Savana dan Puan Swasti Bumi

berselimut pagi petang
beralas darat lautan
berpayung matahari bulan gemintang

rangkulah sedih sepi setia bersama
urai luka dukanya hidup
lalu tebarkan lekas sepenuh tawa

bertengkarlah dalam diskusi mendewasakan
demi gelisah akan kebenaran
tanpa terbawa belenggu rasa

jadilah pembawa damai dimanapun
bagikan harapan suci
pada alam semesta dan seisinya

Wahai Langit dan Bumi,
bersekutulah senantiasa
nikmati tugas kehidupan


hingga kelak,
langit dan bumi
menyatu


2009

Rekonsiliasi


perhatikan petaka yang sudah kalian ukir atas hidup kami :

setelah dengan congkaknya kalian rampas tanah kelahiran kami
juga kalian bunuh serentak leluhur yang melahirkan kami
tak luput bayibayi kecintaan kami yang baru lahir
juga belum puas kalian perkosa jalan lahir kami

kami hidup dalam kubangan luka menganga
tak habis dimakan usia

kini,
tanyakan pada semua orang suci milik kalian
setelah semua ini
bagaimana cara kami

mengampuni yang tak terampuni


2009

Tiba Tiba 2

perjumpaan dengan Chaz!

kini, berapa mozaik kisah telah kita lompati
aku sungguh tak menghitung waktu, hingga
tibatiba
kau dalam sapaanmu mengelus kenanganku
akan persahabatan kita,
akan riuhnya kegembiraan berurai duka
saling jadi wadah sampah, yang
selalu bisa mendaur ulang
kunantikan saat bahagiamu, dan
kami lihat kau telah bahagia
bersama kekasihmu, yang kau petik
tibatiba
melenyapkanmu dari ukiran kisah kita
kami sedikit kehilanganmu, tapi
kami saling mengobati
sungguh
tibatiba
musik yang kau mainkan
terlalu jauh gaungnya bagi telingaku
masihkah kau dalam genggaman angin
yang sesekali mengibarkanmu keras, dan
kadang membuatmu oleng
masihkah kau dalam keterbatasanmu
berkawan dengan rasa sakit
namun tetap menjadikannya milikmu
asal kau masih sama, dan
kau masih saja
sama
dalam emosi yang tak kentara warnanya
dalam katakata yang tak menggema
dalam jingga jiwamu yang terbungkus kabut
dalam letupan hasrat yang tak jua kau tunjukkan
tibatiba
kau sulam pintu kesadaran kami

segala yang hidup, memiliki
udaranya sendiri.


1999, jumpa sekilas di tangga kampus, siap-siap mau kuliah, beda kelas,wis suwi ora pethuk!…

Tiba Tiba 1



akhirnya, dari sini dapat kulihat

heningmu yang begitu senyap, dan

tawamu yang tak seutuhnya

selama derai waktu ini

adalah gelisah rindu

merangkul helai jiwa kekasih, yang

ingin kau nyanyikan

tibatiba


Kampus, 1999

Pena yang Kosong


melilit kedewasaanku menggugat jenuh
dalam satu jalan tanpa nama
tapak kaki melebar menutup seluruh jengah,
yang menggelegar sayu

sayupsayup suara rindu yang tipis, menjadi biasa
tertimpa usang
semilir angin adalah sudah semestinya,
juga warnawarni bunga bukanlah pelangi,
pelangi tak seharum cinta,
cinta sudah kosong.


2004

Kulihat Samaran Gundah di Wajahmu

:Chaz

kau duduk pada malam sendiri
pandangi langit yang bukan biru
sadari hidup kini berjalan di kakimu
kurang indah dan sedikit berdebu.
mentari jadi terlalu bercahaya, dan
sinarnya tak mampu menghiburmu
kau hanya yakin satu, hidupmu sudah hancur
terbakar oleh teriknya
lalu kau lihat jalan menjauh, dan
sedikit tergoda tuk berada
diatasnya.

hei, kawan!
birunya kehidupan takkan pernah tersapu indahnya
meski debu kelabu bersarang di dalamnya
karna pelangi adalah harapan
kepada siapa
kita ingin berpihak …

kelak lagi,
jika kau temukan dirimu dalam
pelukan badai
jangan jadi ragu dalam tangis yang murka
injak dunia dengan caramu
karna kau adalah dirimu
dan bintang itu selalu ada untukmu.
untukmu.
untukmu.


Bandungan petang, rapat kafe daun, 1997

Hari Ulang Tahun Ibu


Aku dalam lingkaran,
makan siang spesial bersama orangorang penting.
Sebentar diam, sebentar bicara.
Restoran mewah, masakan Eropa,
cara makan kelas atas. Duduk rapi, bicara teratur.
Wah, ulang tahun betulan nih, goda hatiku.

Diamdiam aku mencuri
suasana ini jadi perayaan pribadiku.
Tak apalah asal sebentar. Sedikit bermanja dalam imaji.
Toh, aku masih sadar ini acara kantor.

Pulang kerumah, Putri Kecil caricari pelukku.
Ingin bicara lewat matanya yang berkacakaca.
Tangan kirinya terkilir. Menahan sakit seharian.
Tak mau makan, pun minum susu.

Ah, beginilah sejatinya.
Sebagai pekerja, aku dimanjakan imaji.
Sebagai ibu, aku ditempa realita.

Ah, beginilah adanya.
Duhai perempuan tegar,
Keluarlah kau dari persembunyian.



2009

Happy Birthday, Don't Cry

:adikku, Jeppe Indrawisudha

dek, saat ini kubayangkan kau menggila disana
tak ada tarian, pun nyanyian
bahkan harapan yang tadinya kau daraskan indah
jatuh terlempar di lantai rumah sakit

ulang tahun pestamu,
nikmati hidangan sebegini getir
menatap ia yang kau cinta
kesulitan bertepuk tangan
bahkan dalam alunan yang senyap sekalipun

mari bersedih, lalu tersenyum
ada Langit dan Bumi diantara kita
meski terjatuh, bahkan terjerembab
terus semangat menerima hidup

dek, kalau kau ingin tahu siapa Tuhanku,
Ia adalah alam semesta dan penciptanya
idolaku tetaplah Yesus,
meski ringkih hubunganku dengan agamaku
juga meski aku tak punya agama

jadi, dalam kesesahanmu
aku berdoa dengan caraku
alam semesta dan Sang Pencipta
pasti bersekutu beri pertolongan
sambil aku menapak tilasi
perjalanan Yesus yang penuh luka
agar menyelipkan kekuatan
di batinmu yang diiris bimbang sejenak


2009

Tabula Rasa













2009

Terpaku Pada Kosong

:Ani Ismawati

dingin memaku seri bibirmu
dorong hati pucat, sentuh segala
ribuan kehidupan lalu terbaca jelas
tersapu nafas yang terpaksa
kini mulai ketukketuk
denting jantung perdetik
untuk diserahkan pada malam

tanganmu menjulur pada daun berembun
beningnya menggulir menggelitik mesra
pada kokohnya dahan: kilau lengan dan
hijau menganga
berpandangan rindu yang mengakar

matamu menyapu langit
kumpulkan segala bintang yang sendiri
satu demi satu dalam lapang hati bening
hingga kehidupan lepas menindih bumi

kakimu menjejak laut
bermain makhluk di dalamnya
haus menuntut deru candamu
kauberi dalam kelam airmata duri

tubuhmu beku seluruh
kala satu titik kosong hampiri lelahmu:

bahwa embun lari menguap tinggalkan hijau
bahwa bintang hanya ingin dipandang, dan
bahwa candamu telah runtuh dalam takdir yang ditentukan
oleh keruhnya kehidupan


Semarang, April 2004

Senin, 22 Maret 2010

Koreng Seorang Bawahan


Pada kalbu yang lelah mencari nyala untuk mengikat lesu,
seorang di bangku atas mulai mencabik lukamu pagipagi,
esok giliran kawanmu yang kuyu. Siap berbaris.

Suaranya riuh menyumpal telinga yang mulai bernanah
hampir di setiap dentuman dua per tiga harimu. Tak jarang dari kerongkongannya
menyembur keluar segala sampah berbau busuk siap dikerubungi lalat hijau kemayu.
Kau benci pada baunya yang setiap saat suntiksuntik bawah sadarmu yang mulai memuncak. Tak sanggup terkunyah dalam keringat hambar tak berbuih.

Ada saatnya. Kawankawanan mabuk saling memuntahkan segala kotoran dalam parit kemelaratan yang tersimpan membusuk, jatuh dalam pelukan ketakberdayaan, lalu digiling lagi jadi makanan sebagai santap makan malam di pesta penuh luka.
Ada kalanya. Sisanya kau bawa pulang dan kau bagi bersama anak dan istri bermata sayu. Bawa berlembar kertas pengharapan yang lusuh lembab oleh dinginnya kabut malam yang titik airnya telah ditujukan bagimu.

Oh, tidak.
Tak mampu kau lawan itu, karna lidahnya akan segera menjulurkan api pemecatan bagi siapapun yang berani berpaling. Berkalikali lagi, kau terseret dalam arusnya. Dalam kepalan tangannya, hatimu mendesah kelu,

“Ah, nasibku, terpaksa aku titipkan…”


2004

Ini Tanah Milik Kami


Lalu,
kalian duduk pada batu negeri kami, dalam keseragaman yang mempesona, berpendar bintang kepahlawanan dari tempatmu berasal.

Lalu,
cakrawala berduri bagi bumi yang terpijak gelayuti ruang kosongku. Matademimata menghunjam lekas dan kuat, caricari air dalam mata kami yang puas kau teguk setiap waktu penuhi hausmu segera.

Mengapa hanya ada satu rentetan teriakan yang kau torehkan bersama desingan peluru gila, “ Serang. Serbu. Bunuh. Hajar sampai mati!” dan kau tentukan kematian dalam genggaman tanganmu yang berjari doa?
Kau gesek segala nyawa yang tak selalu musuh. Dan. Sungguhkah musuh adalah musuh, jika dari dirinya terbayang wajah ketakutan yang guratan apinya persis seperti punyamu.

Tapi tenagamu masih juga kau uji tuk akrabi tanah yang meronta kau peluk. Sesungguhnya kau tahu, bahwa kekuasaanmu hanyalah demi lariklarik puisi pucat bertabur kemilau intan berminyak, yang kau ungkap dalam lariklarik puisi doa dan kehidupan.

Oh, tanah negeri kami.
Lihatlah, ia selalu berlarian memburu dada kami yang mulai hangus oleh kuatnya cinta. Dalam kebersamaan, kami saling berpelukan, bercengkerama dalam candanya yang hijau, dan segala wajah kami menjadi cokelat keemasan ditimpa akar kerinduan.

Biarkan kuikat raga dalam timbunan tangisnya yang mengikat petir.
Ini tanah memang milik kami.


2004

Bu, Apakah Kau Ingin Tahu?


apakah kau ingin tahu, bagaimana aku mendewasa?
aku mendewasa oleh lintasan waktu yang tak kumengerti
tanpa ampun, cari dan temui mimpi. sendiri.
tak ada kau
tak ada kau

aku berada di sudut sudut pasar, mencincang harga diri
demi sisa citacita yang hampir terenggut
jatuh terseret mimpi memeluk pundi
sendiri. sendiri. dimana kau?

aku bertahan di tepian terminal, kumpuli peluh menelan sabar
telateni pagi petang yang panjang
demi masa depan yang terlihat remang
kau? mengapa tak beri kabar?

aku tidur dimanamana kemanamana, caricari kasih
dari kasih kucari harap dari harap kucari damai
sesekali kudapati aku tertinggal diantaranya
belas kasihmu, kemana?

aku nangis sambil mengais kabar tentangmu
yang tak pernah datang dari dirimu
aku pergi ke segala penjuru
nelangsa kesepian aku, mengadu pada rindu

ngertikah kau, bagaimana aku mendewasa?
diantara waktu waktu yang hilang dan terbuang
tentangmu ya, tentangmu di hidupku
senyatanya, tak ada aku di rindumu
tak ada aku di doamu
tak ada

jadi, pahami dan terimalah kini,
aku mendewasa bukan karna kau
kita hanya terikat oleh takdir
dan aku,
sanggup merubah nasibku. sendiri.


2010

Tak Hendak Aku, Ibu


tak hendak usir,
aku hanya coba bersihkan
remah remah kotor di lantai
dengan sapu kebaikan

tak hendak usir,
aku hanya nyalakan kipas
datangkan sejuk dari panas
jauhkan kayu dari api

tak hendak usir,
aku hanya taburkan wewangi
biar ruang pengap berakhir
segala yang singgah melihat damai

lama kudamba hari ini
sejak ku masih kuncup
dan nyaliku begitu ciut
semangatku layu tak henti

aku hanya ingin, sekali saja
hancurkan aku si peragu
lepaskan diri dari belenggu
demi merdeka

biar,
biar mendung
bukan pembawa murung
biar gerimis
bukan pertanda tangis

maka,
tak hendak aku, usir dirimu
aku hanya tak punya hasrat
tuk menahan pergimu

ibu


2010

Hilang Ibu


ibu sudah hilang
pagi pagipagi pagi gelap buta
ibu itu ibuku hilang
mata harimau mulut kucing
tercoret luka ulu hati membengkak

bayang ibu tak sampai mati
tapi kuingin dia yang mati
tetekmu hambar tak ada susu
susu pahit lagi beracun

ibu kelabu dibalik kelambu
bermain selangkang terus mekangkang

jiwaku robek beribu jahitan
kakiku, tertanam milyaran pasir laut
payah berlari lekas tergesa
caricari ibu
yang kuingin hilang

mana dimana mana kemana
mana mengapa mana bagaimana

ooouuuhhhhaaaayyyy

hati belatung lalu seribu bunga
bunga seribu lalu belatung hati

yang punya cuma kau
cuma kau yang punya
yang cuma punya kau


2004

Perempuan Singa


tak pernah nyaman berbagi denganmu,
ibu
pada murkamu yang garang
kau serukan bilik bilik rahasia
milikku

egoku menguncup malu,
pilu sejadi jadinya
pada diriku si peragu
setia tertahan amarah yang kuyu
: aku benci dirimu

harusnya aku tahu
uban dikepala tak pernah mampu
paksa hatimu tuk sejenak bijak

harusnya aku juga tahu
bersamamu
sebentar domba, lalu mengaum

ah,
mengapa singa tak pernah mengembik


lagi,
anganku tertepis badai

ke dekatmu

ke dekapmu

sia sia


2009

Merindui Ibunda


. . . . a k a n k a h k a u j a d i d u r h a k a ,

b i l a k u t e r i a k k a n k u t u k a t a s m u . . . .



2009

Emak Datang Tengok Anaknya 2


maafkan aku, Mak
dukaku belum semerah kau menangis
belum kumampu beli
kesenanganmu ingin kuberi
oleh-oleh bagi cinta tak terperi
karna keringatku belum sebening kau mengais
bahkan untuk sekeranjang salak

mata seorang anak memelas
mata seorang ibu penuh welas


2004

Emak Datang Tengok Anaknya 1


kau tiba pada kota tempat kurantau
dalam bayang kasih seluas kalbu
dalam balutan kain teduh menghijau
dalam segunung tanya berpeluk harapan rindu

cemas seorang ibu membiru

sayapku masih rapuh, Makku sayang
burung yang baru belajar terbang
belum ahli mencipta sarang
masih takut langit yang garang

resah seorang anak mengerang

jika kembali ke rumah
tolong kabarkan pada Abah
darahku tertanam pada pasir megah
tak mudah diancam rebah

tekad seorang anak membuncah
tangis seorang ibu yang cerah


2004

Tanah Tumpah Darah


manakah mungkin
aku mencari sehelai nafas pada tanah berbangkai pilu
sedang menatapnya, tak ada beda dari menciumi darah leluhur
ketukketuk kuat nyala kepala pada ingatan yang dingin
ketika angin bergigi tajam cabuli tubuh, robek kesucian
hapus lekas jiwa yang bergentayangan, masih mencari
jati diri yang belum usai, bertahan tuk satu genangan
tanah air yang anyir
sarat gundukan cintalukadendam, membengkak
oleh pukulan api tajam bertubi, hingga puas tentukan
tumpahan darah, yang tandai tanahku, atau
tanahnya, atau
tanahmu,

mengapa tidak tanah kita.


2004

Kepada Tuhan dan Penyair


tolong

jangan jadikan aku sahabat
apalagi kekasih

jangan hendak pinang aku
jadi pendamping

aku tak sanggup
menatap mata
basah penuh cinta
harus dibagi

atau kulihat
tubuh tubuh mereka
bergelayut mesra di lengan
yang rakus kupeluk

atau bibir bibir kering
dan gusar, habis ciumi
wajah sepi
mata sunyi
duh,
lidah senyap

aku belum sanggup
matikan ego
menuntut penuh peluh
bagi diri

aku hanya pencemburu berat,
dengan hati compang camping,
masih sulit kulepas
kata ranum mata sayup
yang membisiki telinga
agar terjaga akan sabda,
'cintailah sesamamu 
seperti kamu
mencintai dirimu 

sendiri'


2010

Minggu, 21 Maret 2010

Menjenguk Ibu


ibu itu bukan ibuku
selang selang entah
tusuk tusuki tubuh
keras dan kaku
belasan tahun yang layu
mata jadi tanda hidup
kata kata ganti dengkur

ibu itu bukan ibuku
uban mengelus rambut
keriput memeluk kulit
senja menyapa senyap
wajah ibu tidur disana

aku

tersentak oleh rindu
pada bentakan ibu
pada pukulan ibu
pada tendangan ibu

bu,
demi bilur tubuhku
demi lebam jiwaku
demi ungu darahku

datang dan rajamlah
anakmu


2010

Jumat, 12 Maret 2010

Y. B. Mangunwijaya (Mimpi Bertemu)


sungguh,
aku tak pernah tahu, bahkan bertemu, bahkan bercengkerama
tertidur berpeluh mimpi, suatu malam yang sembunyi
dalam buaian halus sayap sofa violet

manusia berwajah samudera,
keluar dari penjara yang terpaksa
ditandu puluhan pemuda berwajah dendam dan kasih,
setelah para domba bersisik ular itu menyiksa tubuh ringkihnya
memotong acak benang putih rambutnya
dengan semangat api setia teguh, para pemuda itu
menggendongnya sehangat sayang
melekat erat dalam raganya, hingga pada suatu persimpangan
matanya dan takutku beradu, membawanya berhenti tepat di depanku
sedekat mataku ia berseru lantang,
sambil tangan kanannya terkepal mengacung
“ Sampai kapanpun, perjuanganku takkan pernah berakhir!”
dada ringkih membusung berlalu pergi
para pemuda bersitatap dengan nafasku satusatu
lalu dari sudut aku berdiri, kulihat jelas kedua kakinya yang menggantung
tanpa tungkai dan telapak!
kurasa sangat dengan hati pedih, domba bersisik ular itu
coba habisi ia yang tak pernah surut nadinya

tapp!!
bangun aku berkawan peluh terkait tanya membukit
kuingat ceritera kawanku beberapa purnama lalu,
sepulang dari misa requiem melepas pergi seorang tokoh bangsa
ia berkisah tentangnya dengan mata penuh embun

mendesir darahku berpadu ingatan melilit jantung
manusia berwajah samudera, melekat erat hati kita
nyatanya ia adalah beliau, adalah engkau,

Romo.


Semarang – 2000

Kamis, 11 Maret 2010

Rabu Abu


Serupa wajah Yesus yang arif
katakan tentang mati raga
lakukanlah, tanpa munafik
letak kepalsuan meraja.

Berbekal ayat suci
ajak kami minyaki
kepala, dan cuci
wajah ini.

"Mari belajar menyangkal diri,
doa, pantang, puasa,
tanpa munafik,"

tanpa munafik.

Kau beranjak pergi
dibalut jubah damai
sebarkan ajaran suci
sampai ke ujung bumi.

Salib abu di dahimu,
mengapa belum juga kau hapus?


Semarang,Peb'10

Ditindihi Gengsi


ini surat untukmu, sayang
tengoklah, aku ada dibelakang

ah. kau pergi melenggang
kepalang pulang


2010

Selasa, 02 Maret 2010

Diamlah Nak, di Balik Bangkai Ibu

revisi Hudan Hidayat atas Puisiku:'Bekal Dari Ibu'


mari nak, kemari
ibu ajari
cara berpura mati
bila saatnya nanti

serdadu Tuhan, datang
menyisir bangkai
kau, diamlah
di balik bangkai ibu

nasib itu
pasti, nak

meski mungkin
tiada semesta
tanpa Pencipta


Maret 2010

Rabu, 24 Februari 2010

Kepada Tuhan


Apakah Kau

Lelaki pendamba kasur
yang berderit di
setiap hendak,

Han?


Semarang,Peb'10

Minggu, 21 Februari 2010

Bekal dari Ibu


mari nak, kemari
biarkan kau ibu ajari
cara berpura pura mati
bila tiba masanya nanti

serdadu Tuhan datang menghentak
menyisiri bangkai bangkai kelu
kau, diamlah dibalik bangkai ibu
kita kelabui naluri tajam mereka

tak lupa ibu kan ajari
hidup sendiri menjadi diri

meski mungkin

tiada semesta
tanpa Pencipta


Semarang,peb'10

Malam Anugerah Seni


Eni Kembang Kol, berdiri di atas panggung megah
piala penghargaan ada di tangan
dari sebuah anugerah seni bergengsi
sebagai pendatang baru terbaik.

Setelah berterimakasih pada seisi alam semesta,
berikut Penciptanya,
Eni berkata

“Tadinya saya pandang miring kehidupan gemerlap,
berpenampilan wah, hidup serba mewah.
Ternyata memang pantas,
sudah bekerja begitu keras
demi meraih segala.
Untuk itu saya kagum pada anda semua.”

Para tamu undangan
yang sebagian besar selebritis
bertepuk tangan membahana.
Bangga.

Eni melanjutkan kata katanya,

“Saya lebih kagum lagi,
pada mereka diluar sana,
yang setia dan tulus bekerja begitu keras
melebihi apa yang kita lakukan,
namun masih saja miskin dan kekurangan.
Untuk itu,
kepada merekalah
penghargaan ini saya persembahkan.”

Hampir saja senyap,
bila tak ada kode tepuk tangan
dari panitia penyelenggara.


Semarang,peb'10

Senin, 15 Februari 2010

Bukan Perempuan dalam Pasungan


kubawa diri
berada di siku sepi
sunyi ini kawan bicara
dalam hening kudengar aku

aku berjalan ke segala penjuru
kaki ini mata angin
tubuh dicumbu debu campur bau
rambut kesulitan terurai (jadi kusut)

tak ada aku di mal nan megah
tempat wangi palsu ditabur
pada kumuh sudut pasar aku
kais makanan melimpah jadi sampah

kulepas bungkus tubuh seluruh
menari suka suka ke segala arah
la la la la la la la
auratku utuh jadi tontonan
aku berbahagia atasnya

orang orang munafik lagi aneh
belingsatan akan kebebasanku
pada terang, badanku ditutup tutupi
pada gelap, tubuhku dibuka buka

aku dipaksa paksa kembali ke asal
rumah dimana aku dilahirkan
ah. barangkali mereka gila

inilah asal adaku
bukan rahim ibu


Semarang,peb'10

Jumat, 12 Februari 2010

Tentang Kau



rindu mencabik jiwa
kala muram tembakau
yang kau kulum
makin tak keruan bentuk rupanya

"aku hanya berharap, waktu
mengusung gelisah jadi lusuh,"
bisikmu sayup

ada angan
tak kesampaian
menjebak ingatan
terpasung di kesepian

hasrati peluk yang tercinta
menjelma urat di lehermu
sambil sendirian nikmati pilu
kau pergi berlalu

aku takut gelisah itu benar benar lusuh

tembakau
tak pernah terbakar
rinduku
makin mengakar


Semarang,Peb10

Lestari


bila air
sedemikian keras
ciptakan bunyi ricik
bagi telinga kita

baiknya kita
pun berkeras
ciptakan orkestra
demi telinga semesta


Semarang, Peb10

Senin, 08 Februari 2010

Puisi Patah


biar retak
lalu tersentak
biar berserak
tanpa berkerak

hancurkan saja
cinta

yang buatku tergelitik
biarkan diri ciumi sesak
ke arahmu kubergerak
pada(hal) kau yang bukan milik


peb10,semarang

Rabu, 03 Februari 2010

Air Mata Kita

*

Air mata yang terbit di mata kita,
nyatanya tak lahir dari jiwa damai bahagia.

Pada negeri yang terlanjur lapuk oleh kemelaratan,
ia menangis.

Pada negeri yang lelah oleh kebohongan
ia meradang.

Pada negeri yang keadilannya sempoyongan
ia membeku.

Pada negeri yang panas oleh terik jiwa
ia mendidih.

Mana air matamu, wahai.
Mari kita kumpulkan, dalam kantong luka
duka
murka.

Sejatinya, tangis kita untuk mana?

Untuk
yang kehilangan air mata
kerakyatannya.


Peb10.Semarang

Selepas Pergi


ranting patah

sayap patah

hati patah?

entah


2Peb10.semarang

Rabu, 20 Januari 2010

Di Malam Tanpa Bintang, Ibu Menangis Tersedu


Bila kuingat betapa aku menyintai lelaki yang membawaku ke masa depan, kuharap seorang anak kan lahir darinya, biar lengkap hidup ini.

Bila kuingat saat benih dari yang kucinta tumbuh di rahimku, hatiku melonjak gembira, keajaiban boleh kualami.

Bila kuingat doa doa jagai janin, kubiarkan rasa rasa aneh jadi keluh yang kusimpan, sambil kujalani senyum atas beban hidup yang tak mudah, karna kekuatan baru kupunyai.

Bila kuingat sembilan bulan lebih kutahan segala rasa ingin tahu, sakit masa persalinan yang memerah, berlalu jadi bahagia tak terkata, lahir tangis kuat bayi.

Bila kuingat betapa aku menyintai bayi mungil yang akan kubawa kepada masa depan, dari padanya sulur harapan lahir dari benakku, betapa lengkap hidup ini.

Dimalam tanpa bintang,
aku menangisi anakku yang hilang dalam peluk.
Dimalam tanpa bintang,
aku menangisi hari hari yang menggila tanpa titik temu.
Dimalam tanpa bintang,
aku menangis, terasa kabur wajah anakku.

Tak ada jejak di dalam angin,
tatap matahari penuh rahasia.
Semua berhenti pada malam tanpa bintang,
meski bertubi tubi pukuli diri.

Haruskah kusiapkan pedang,
tuk meghunus tubuh mereka yang tak mengerti
hati seorang ibu?
Atau
seikat bunga tuk siapkan kehadiran anakku yang entah.

Dimalam tanpa bintang, aku menangis tersedu.


20Jan10,Rebo

untuk para ibu yang anaknya telah diculik oleh hewan yang tak malu menyebut dirinya manusia.

Selasa, 19 Januari 2010

Serupa 'White Crime' Aroma Tubuhmu


serupa tawa. gigigeligi tanpa malu berhambur pamer diri
serupa hati. lidah jiwajiwa bertaut nyaring bercerita ramai
sebentuk kisah kau juga dia selusuri persahabatan
begitu erat menghangat lebihi jabat tangan

serupa tangis. ada rembes air diujung dahan padi
serupa resah. tidurtiduran gelisah mendesah separuh asa
kulihat aku. tunggui setiamu di titian hari
bawa pulang wewangi damai bagi rumah kita

ijinkan aku bermenung sendu
batas kawan berkawan ngertikah kau
berikut sulur siratan aturan itu
kala kau berdansa dengan kaumku
sedang seluruhmu mengikat padaku

adakah serupa sadar tanpa pudar, bisa
kuharap tinggal di ceruk hatimu yang paling sunyi
jejak yang kau tinggal itu pusat segala
kisah hidup anak beranak kita esok

jangan pernah beri aku putih
bila serupa hitam tak kentara


2009

sebuah tepuk di pundak sahabat

Senin, 18 Januari 2010

Kepada Para Penumpang


selamat menyambut hari kusampaikan
pada garis bibir yang tak selalu melengkung sempurna
pada dentum hari yang tak setia berirama
pada binar mata yang tak semua bercahaya

maafkan aku,
atas deru roda yang tak bisa bergulir lembut
atas pencarian diri yang tak pernah usai
harus kukejar meski tak pernah berlari

ijinkan aku mengutip mimpimu, biar
nasib baik jadi punyaku
nikmati sejenak rasa harap membuncah, yah
lalu ikut tertawa meski hati kecut


Jan10,Rebo

Tinggal Aku Sendiri


Petir kepung bumi tak berbaju. Anak anak dalam lindungan ibu. Bumi bersuka suka. Sebentar menggelinding. Tiba tiba jongkok. Lalu berdiri. Diam, teriak, sambil berlari. Tak terbaca. Tak teraba.

Aku masih ada, disini hidup.

Benda mati tertawa riang. Tak lagi terinjak malah sanggup menginjak. Injak tubuh tubuh kehidupan yang telah payah. Hawa kelewatan kecoh seluruh tulang. Sebentar terbakar, lalu dibuat beku. Sebentar kering, lalu dibuat basah. Tiba tiba.

Masih ada disini, aku hidup.

Lambung giling udara kosong. Tersebar kelaparan yang seragam. Manusia jadi hewan. Hewan jadi manusia. Tumbuhan sendirian, dan makin sendiri. Air. Air. Yang hidup berebut air. Epidemi dimana mana kemana mana. Terbang, hinggap. Hinggap, terbang.

Aku ada disini, masih hidup.

Bulan bintang lengah berjaga. Matahari bumi saling mendekap. Udara penuh warna dan bau. Bikin sesak dan siksa. Hijau bumi, ganti merah kehitaman. Mayat mayat tumbuh dari yang terpaksa mati. Jadi hiasan bumi, tanpa dikebumikan.

Masih disini aku, ada hidup.

Aku sendiri dan sakit. Kesepian tak sempat datang. Aku kelelahan, nikmati luka satu satu. Perih panjang tak selesai. Ada darah. Ada borok. Ada belatung. Tubuhku sulit terurai. Tiada daya, tapi tak juga mati.

Mengapa masih ada aku, tuk saksikan semua ini?

Mengapa masih disini aku, tuk saksikan ini semua?

Mengapa masih hidup aku, tuk saksikan semua ini?

Ampun, Tuhan.
Aku tak ingin hidup seribu tahun lagi.


Jan10,Minggu

Rabu, 13 Januari 2010

Dicari: Sebentuk Lupa


Gigih,
kuputuskan saja tuk mencari lupa
sebulat bulatnya seutuh utuhnya
lupa
lupa


semua orang menolak lupa
tiba tiba kebingungan
lalu jadi jengah berkepanjangan
dan
di ujung pagi terpenjara murka
karna terpeluk lupa

tapi aku,
malah harus kucari cari
lupa
atau kupaksa curi curi
lupa

sebentuk lupa ini,
yang kutolak juga kuingini
ku angan angani pula kutepis tepis

aku harus ciptakan lupa,
berusaha dilanda lupa,
lakukan sebentuk lupa,
sambil diam diam belajar mengeja

lu

pa

lalu tertatih
cintai lupa sejak ini
yang mulanya jadi benci
oh sedih.



Jan10

Diskusi


sembari tunggu butir kopi luruh

menuju ke dasar kaca yang keruh

kita bercengkerama hingga larut

tentang wajah wajah kusut

tentang kehidupan carut marut

tentang membuka tali kasut

dan surga yang mengerucut

berikut

ada mimpi yang makin runcing kita serut


hei, siapa hendak ikut?


Jan10

Tanya Untuk Ibu


Bu,
mengapa kau bunuhi aku
saat dunia sudah kau gelar dihadapan,
berikut sebait kisah yang baru mulai kumengerti
satu satu?

Apakah arti,
rerupa karut marut kehidupan,
yang sering kau katakan
lewat gelegar teriak dan tangis
yang kau bentang di setiap peluk?

Bukan sakit bukan darah atau rerintih perih, tapi
mengapa jiwa kau ambil jadi ganti, dari
kalut pikir yang buat hantu menari
lalu menepi jadi diri?

Apakah Ibu ngerti,
rerupa binar cerah kegembiraan,
yang buatku giat bermain
lewat gelegar teriak dan tawa
yang kurindu di setiap peluh?

Ruh ku mendewasa makin,
di kehidupan yang belum kau jamah, kala
segala tanya masih saja
tuntut jawab hadir bergilir.

Bu,
apakah kau sungguh Tuhan,
karna
kau yang beri kehidupan
maka
kau pula yang berhak

mengambilnya?


Jan10,senen


bagi anak anak yang telah mati dibunuh ibu kandungnya sendiri

Kembalikan Ibu


Aku menghardik bulan.
Untuk apa kau mematung disana, bila
segelintir saja yang mampu memandang
binar cahya dekat melekat serupa

wajah keibuan ibu.


06Jan10,rebo

Selasa, 12 Januari 2010

Cinta Mati di Puncak Gunung

: Soe Hok Gie


Bersetubuh ribuan bintang aku terlentang,
tantang dingin yang bikin beku,
terbalut kabut,
terpejam pada nikmat.

Mentari hanya hayalan, namun cinta siapa nyana.
Sama hangat sama membara sama pijarnya.

Bayangmu dekat dan kuat,
erat melekat ikati tubuh kita yang pekat merekat,
kudekap cinta yang tak pernah lepas

terlempar

terhempas

lalu kandas

dan
bersamaan dengan itu,

katakata yang kau tinggalkan disini
empat puluh tahunan lalu
tetap saja kucermati.

Entah mengapa,
kau hampiri mataku yang penuh rindu, sambil
sayup Joan Baez nyanyikan Donna Donna
ikut berputar bagai gasing dibelai lilit,
berdesing nyaring beriring.

Hendak kemana menujuku kini.

Ah, tetap saja.
Pilihanku bersamamu,
kala mati muda jadi kebahagiaan
menyepi berjanji misteri.

Pantaskah, Gie?

Kuharap di bawah sana
barisan duka bergegas usai.


5Jan10,slasa

Sebelum Berada di Dasar Mal


berapa harga sebatang gincu
pulas bibir biar indah menceracau
berapa harga sepetak bedak
pupur wajah biar itu sinar bikin muka tegak
berapa harga pakaian hendak kau beli
tertawa geli dalam tangan mendamba
damba decak kagum yang bayang
seratus ribu? duaratus? satu juta? dua? lebih?

semuamuanya

bagi tubuhmu
yang belum kaku
jadi batu
atau
abu


15Des09,slasa